1.
Latar Belakang Masalah
Saat
ini seiring dengan berkembangnya tuntutan agar pelayanan administrasi yang
diberikan oleh penyelenggara pemerintah tersebut haruslah pelayanan prima yang
mempunyai sistem pelayanan yang beriorentasi kepada kepentingan pengguna jasa dan dapat membarikan kepuasan
kepada pengguna jasa tersebut sehingga dapat dikatakan penyelenggaraan
pelayanan tersebut berhasil.
Menurut
keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja ada dua tata cara pelayanan penempatan tenaga
yaitu Antar Kerja Lokal dan Antar Kerja Daerah. Antar kerja Lokal yang selanjutnya
disebut “AKL merupakan salah satu bentuk mekanisme pelayanan penempatan tenaga
kerja yang dilaksanakan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja kepada pemberi
kerja yang membutuhkan tenaga kerja dari satu wilayah Kabupaten/Kota kewilayah
Kabupaten/kota lain dalam satu Provinsi.
Untuk
memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja kepada pencari kerja maupun kepada
pemberi kerja diperlukan pelayanan antar kerja yang berfungsi untuk mengatasi
dan memberikan solusi dalam penawaran dan permintaan tenaga kerja yang mencakup
seluruh Wilayah Republik Indonesia, sehingga disatu sisi pencari
kerja dapat mendapatkan pekerjaan yang
diinginkan, dan disisi lain pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja sesuai
dengan kebutuhannya”.[1]
Sedangkan
Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merupakan salah satu bentuk mekanisme pelayanan penempatan tenaga kerja yang
dilakukan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja kepada pemberi kerja yang
membutuhkan tenaga kerja dari satu provinsi untuk dipekerjakan di provonsi
lain.
Sampai
saat ini pelaksanaan penempatan tenaga
kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) belum dapat berkembang dan dilaksanakan
seperti yang diharapkan, hambatan dalam proses pelayanan penempatan tenaga
kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) yang perlu segera diatasi antara lain
adalah “mekanisme dan prosedur
penempatan tenaga kerja AKAD yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
kurang menunjang penciptaan iklim usaha maupun perluasan kesempatan kerja,
kurangnya perlindungan tenaga kerja sejak rekrutmen sampai dengan penempatan
tenaga kerja”.[2]
Adapun peraturan Menteri Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.07/MEN/IV/2008 tentang
penempatan tenaga kerja di Indonesia menimbang bahwa keputusan menteri Tenaga
Kerja nomor kep.207/MEN/1990 tentang sistem antar kerja dan keputusan menteri
tenaga kerja nomor kep.203/MEN/1999 tentang penempatan tenaga kerja didalam
negeri sudah tidak sesuai dengan kondisi ketenaga kerjaan saat ini, peraturan
pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
perlu diatur penempatan tenaga kerja, dan mengingat undang-undang nomor 3 tahun
1951 tentang pernyataan berlakunya undang-undang pengawasan perburuhan tahun
1948 nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia.[3]
Pengurusan kartu kuning
itu sangat penting bagi Pencari Kerja (PENCAKER) supaya tidak terjadi tenaga
kerja yang ilegal akibat tidak punya kartu kuning (AK-1), sekarang ini banyak
tenaga kerja yang tidak diakui yang
bekerja keluar negeri
yakni yang tidak lengkap atau yang tidak beres surat-suratnya. Adapun
kartu kuning itu banyak tapi kegunaannya
berbeda-beda, disini kartu kuning yang digunakan yaitu kartu kuning (AK-1)
bukan kartu kuning yang digunakan dalam pelanggaran waktu sepak bola.
Kartu
kuning (AK-1) juga wajib dimiliki bagi warga negara Indonesia yang mencari
kerja. Sementara itu kartu kuning (AK-1) merupakan kartu untuk pencari kerja
yang sudah lama diluncurkan oleh pemerintah yang salah satu tujuannya untuk
mengurangi pengangguran di Indonesia khususnya di Mandailing Natal.
Pengurusan
kartu kuning (AK-1) biasanya di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi, begitu juga di Kabupaten Mandailing Natal pengurusan AK-1 harus
memenuhi syarat yaitu harus mempunyai KTP dan berusia 17 tahun. Kartu kuning
(AK-1) ini berlaku selama dua tahun diperpanjang satu kali enam bulan.
Adapun
prosedur dalam pelayanan kartu kuning yaitu mengambil tiket atau nomor antrian
dengan sistem komputerisasi yang sudah disediakan, menyediakan fhotocopi
KTP,STTB,foto 3x4 dua embar,
peayan
kartu kuning mengecek KTP untuk mengetahui pembuat berasal dari kabupaten atau
kota, pelayan kartu kuning memasukkan identitas nama sesuai dengan nama pada
ijasah terakhir dan nomor KTP serta tanggal lahir dan alamat sesuai KTP, print
kartu kuning kemudian menempelkan foto,pembuat menandatangani kartu kuning
dibawah foto,memotocopi kartu kuning, melegaisir kartu kuning.
Dalam
suatu pelayanan sangat dibutuhkan pelayanan yang baik untuk penerima pelayanan, agar penerima pelayanan
puas dan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan.
Untuk
menjelaskan masalah ini dengan mendalam, maka penulis melakukan penelitian
dengan judul : “Pelayanan Pembuatan
Kartu Kuning (AK-1) Di Dinas
Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten
Mandailing Natal.”
2.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
Palayanan Pembuatan Kartu Kuning (AK-1) di Dinas Kependudukan, Catatan
Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
2. Apa
saja kendala yang dihadapi dalam pembuatan kartu kuning (AK-1) di Dinas Kependudukan,Catatan Sipil, Sosial Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
3.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengetahui bagaimana Pelayanan Pembuatan
Kartu Kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk
mengetahui apa hambatan dalam pembuatan kartu kuning di Dinas Kependudukan,
Catata Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal.
4. Manfaat Penelitian
1. Menambah
Wawasan dan menemukan informasi relevan serta menganalisis fenomena kesenjangan
antara presepsi dan ekspektasi para pembuat Kartu Kuning Di Dinas Kependudukan,
Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal.
2. Bagi
program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, hasil penelitian ini dapat
melengkapi ragam penelitian yang sudah ada dan sebagai tambahan bacaan dan
referensi.
5. Kerangka Teori
5.1
Pelayanan
dan pelayanan publik
5.1.1
Pelayanan
Pelayanan adalah
“setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik”.[4]
Sedangakan Paimin Napitupulu mendefenisikan bahwa pelayanan adalah “suatu usaha untuk
membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain”.[5]
Dari defenisi
pelayanan diatas maka penulis mendefenisikan pelayanan adalah kemampuan
pemerintah untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat serta kesesuaian antara
harapan dan keinginan terhadap pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat.
Pelayanan umum
dapat diartikan “sebagai
pembuatan atau kegiatan yang dilakaukan oleh pemerintah untuk mengurus hal-hal
yang diperlukan masyarakat khalayak umum.”[6]
Sedangkan Munir
mendefenisikan bahwa pelayanan umum adalah “setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pihak lain yang ditujukan guna memenuhi kepentigan orang lain”.[7]
Pelayanan umum
atau pelayanan publik adalah “pelayanan
umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama
pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat dengan atau tanpa pembayaran
guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.”[8]
Dengan demikian,
pelayanan yang baik dan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan,
tidak mengandung kesalahan, mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Masih
banyak pengertian pelayanan yang dikemukakan oleh beberapa pakar, diantaranya
Fanai Ciptono dan lain-lain. Pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa pelayanan
yang baik yang dilakukan oleh suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta
termasuk bidang ketatausahaan harus memuat beberapa aspek, antara lain : 1)
Keterbukaan, 2) Kesederhanaan, 3) Kepastian, 4) Keadilan, 5) Keamanan, 6)
perilaku petugas pelayanan menyenangkan pelanggan.
Beberapa para
ahli mendefenisikan pelayanan yaitu menurut :
1.
Fred Luthans
Prend
Luthans dalam bukunya moenir menjelaskan pelayanan sebagai sebuah proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang menyangkut segala usaha
yang di lakukan orang lain dalam rangka mencapai tujuan.
2.
Kotler
Pengertian
Pelayanan menurut Kotler adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak lain,yang ada dasarnya
tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.[9]
Adapun bentuk pelayanan yang baik yaitu
:
Secara
teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat
untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima ataupun bentuk
pelayanan yang terdiri dari :
1. Transparansi,
pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas,
yakni pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional,
yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pembeli dan penerima
pelayanan.
4. Partisipatif,
yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dan penyelenggaraan
pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamaan
hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan deskriminasi dilihat dari aspek
apapun khususnya suku, ras agama, golongan status sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan
hak dan kewajiban,yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara
pembeli dan penerima antara pembebasan pembeli dan penjual dan penerima
pelayanan publik.[10]
Dari semua defenisi diatas dapat diambil
pengertian pelayanan adalah kemempuan pemerintah untuk memberikan kepuasan
kepada masyarakat serta kesesuaian antara harapan dan keinginan terhadap
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Dipandang
dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan
manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki
karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang
membedakannya dengan barang sebagaimana dikemukakan adalah outputnya yang tidak
berbentuk, tidak standar, serta tidak dapat disimpan dalam Inventro melainkan
langsung dapat dkonsumsi pada saat diproduksi.
Karakteristik
pelayanan secara jelas membedakan pelayanan dengan barang meskipun sebenarnya
keduanya merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan memiliki
dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir
pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh
barang produk akhir.
5.1.2 Pelayanan Publik
Sebagaimana telah dikemukakan terlebih
dahulu bahwa pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat dan tidak
diadakan untuk melayaani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat
serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembagkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Karena
birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan
baik dan profesional.
“Pelayanan Publik adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelanggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.[11]
Menurut Hardiansyah pelayanan publik “merupakan kegiatan atau
rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara publik.”[12]
Pelayanan publik ini dengan demikian
dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
msyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu dengan aturan pokok
dengan tata cara yang telah ditetepkan. Sementara itu kondisi masyarakat saat
ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, dan tingkat kehidupan
masyarakat yang semakin baik.
Ciri-ciri pelayanan publik menurut Clive
Holthan
1. Tidak
memilih konsumen
2. Peranannya
dibatasi oleh peraturan perundang-undangan
3. Politik
menginstitusikan konflik
4. Pertanggung
jawaban yang komplek
5. Sangat
sering diteliti
6. Semua
tindakan harus mendapat justifikasi
7. Tujuan
dan output sulit diukur atau ditentukan[13]
Layanan terhadap
masyarakat atau layanan umum mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut.
1.
Layanan dengan lisan
atau layanan yang bisa diakukan oleh petugas-petugas atau pegawai dibidang
humas, bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan
penjeasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan.
2.
Layanan yang melalui
tulisan yaitu layanan yang digunakan oeh masyarakat atau instansi guna
memberikan keterangan atau informasi kepada semua pihak yang merasa
berkepentingan atau berhubungan dengan layanan tersebut dengan melalui beberapa
tulisan, baik
melalui pengumuman, pemberitahuan
atau undang-undang.
Adapun kualitas
pelayanan pubik yang berkaitan dengan rasa yang ditimbulkan dari akibat adanya
pemenuhan harapan seseorang atau pelanggan dan pemakaian jasa.Defenisi kualitas
jasa juga berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pemakai jasa
serta ketepatan dalam pengamatan untuk mengimbangi harapan dari pemakai jasa.
Kualitas jasa
adalah “tingkat keunggulan yang
diharapkan penegendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
pelanggan dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa
yaitu : jasa yang diharapkan ( ecpected service) dan jasa yang diterima atau
dirasakan (perceived service)”[14]
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang antara lain disebabkan oleh
1. Struktur
organisasi
2. Kemampuan
aparat
3. Sistem
pelayanan[15]
Defenisi lainnya tentang kualitas
pelayanan disampaikan oleh Parasarumam,Zeithma,dan L.L Berry yaitu kualitas
pelayanan adalah ketidaksesuaian antara persepsi pengguna layanan terhadap
pelayanan yang diterima dan ekspektasi pengguna layanan tentang bagaimana
sedianya pelayanan tersebut diselenggarakan. Berdasarkan pada konsepsi tersebut
Fitzsimmons menyimpulkan tiga kondisi yang mengekspresikan kepuasan pengguna
layanan terhadap pelayanan yang diterimanya yaitu :
1.
Saat harapan pelanggan lebih rendah dari
persepsi terhadap pelayanan yang diperoleh, maka hal tersebut menjadi kejutan
yang menyenagkan bagi pengguna layanan
2.
Pada saat harapan pelanggan sesuai
dengan persepsi terhadap pelayanan yang diperoleh maka pelanggan akan merasa
puas
3. Pada
saat harapan pelanggan lebih besar dari pada persepsi terhadap pelayanan yang
diperoleh maka pelanggan akan merasa tidak puas terhadap pelayanan.[16]
Zithami, Parasaruman, Berry pada tahun 1998
dalam riset berikutnya menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi
pada sebelumnya sehingga mereka menyederhanakan sepuluh dimensi menjadi lima
dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kreadibilitas, dan keamanan disatukan
menjadi jaminan (assurance).Sedangkan akses, komunikasi dan kemampuan memahami
pelanggan di integrasikan menjadi empati (empathy). Dengan demikian, terdapat
lima dimensi utama yang disusun sesuai dengan tingkat kepentingn relatifnya,
yaitu :
1.
Reliabilitas (rebility) berkaitan dengan
kemampuan perusahan, instansi untuk memberikan layanan yang akurat sejak
pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai
dengan waktu yang disepakati
2.
Daya tanggap (responsiveness), berkenaan
dengan kesedian dan kemampuan para pegawai/karyawan untuk membantu para
pelanggan/masyarakat dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan
kapan saja akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat
3.
Jaminan (assurance) yakni perilaku
karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan bisa
menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para
karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan
4.
Empati(empathy) berarti perusahaan
memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan,
serta memberikan perhatian personalkepada para pelanggan dan memiliki jam
operasi yang nyaman
5.
Bukti fisik (tangibles), berkenaan
dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan
perusahaan, serta penampilan karyawan.[17]
Selain itu, menurut
Ketetapan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor.Kep/63/M.PAN/7/2003 yang
berisi tentang prinsip pelayanan prima yang baik yaitu :
1.
Kesederhanaan prosedur (pelayanan
tersebut tidak berbelit-belit, tidak menyulitkan)
2.
Kejelasan dalam tiga hal yaitu:
1.
Persyaratan teknis dan administratif
pelayanan publik. Namun, sejumlah persyaratan juga hendaknya mempertimbangkan
aspek kemampuan dari pengguna layanan untuk memenuhinya misalnya dengan mencari
subsitusi dari salah satu syarat administratif yang tidak dimiliki oleh
pengguna layanan.
2.
Unit kerja /pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pelayanan yang
dipusatkan pada satu unit layanan terpadu sebenarnya merupakan langkah yang
cukup baik sebagimana yang telah berkembang diIndonesia saat ini yaitu
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Hal ini semakin memudahkan masyarakat
untuk mengidintifikasi lembaga penyedia layanan sehingga memangkas alur
birokrasi yang terlalu berbelit-belit.
3.
Rincian biaya pelayanan publik dan tata
cara pembayaran kedepanya perlu dikembangkan sistem terpadu dimana pembayaran
akan jasa suatu layanan langsung disetorkan ke kas Negara atau kas Daerah. Hal
ini dapat mengeliminir praktek pungutan liar yang selama ini dikeluhkan
masyarakat dalam pelayanan publik.
4.
Kepastian waktu (pelayanan publik harus
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan)
5.
Akurasi produk pelayanan publik
(pelaksanaan pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan syah atau
mempunyai legalitas)
6.
Keamanan (proses dan produk pelayanan
publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum)
7.
Tanggung jawab (pejabat yang ditunjuk
harus bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan, persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik)
8.
Kelengkapan sarana dan prasarana (bahwa
segala peralatan atau segala kebutuhan yang berkaitan dan kelancaran pelayanan
publik harus tersedia)
9.
Kemudahan akses (tempat dan lokasi serta
sarana dan prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat
dan dapat memanfaatkan tekhnologi, telekomunikasi dan informasi)
10.
Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
(pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun,ramah, serta
memberikan pelayanan yang ikhlas)
11.
Kenyamanan (lingkungan pelayanan harus
tertib, teratur, disedakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan
yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan
seperti parkir, toilet, tempat beribadah dan laian-lain)[18]
Standar pelayanan
adalah ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan yang wajib ditaati
oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Disamping adanya standar pelayanan
publik,diperlukan juga adanya cakupan standar pelayanan publik yang meliputi :
1.
Prosedur pelayanan
2.
Waktu penyelesaian
3.
Biaya pelayanan
4.
Produk pelayanan
5.
Sarana dan prasarana,dan
6.
Kompetensi petugas pelayanan.[19]
Cakupan pelayanan
publik ini juga menjadi sangat penting bila yang diharapkan terciptanya
kualitas pelayanan publik. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa
yang menjadi hak dan kewajibannya sebagi warga Nagara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk
mengajukan tuntutan, keinginan, dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat
semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang
dilakukan oleh pemerintahnya.
Kondisi masyarakat seperti digambarkan di
atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih
profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive,
dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti
menigkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan
masa depannya sendiri. Arah pembanguanan kualitas manusia tadi adalah
memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.
Pemberian pelayanan
publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi
dari fungsi aparat Negara sebagai pelayan masyarakat . Karena itu, kedudukan
aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public service) sangat strategis
karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan
sejauhmana Negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan
pendiriannya.
5.1.3 Manajemen
Pelayanan
Manajemen Pelayanan dapat diartikan suatu proses
penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan,
mengkoordinasi dan penyelesaian untuk tercapainya
suatu tujuan. Manullang mengemukakan batasan tentang manajemen yaitu : “Seni
dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan
dari pada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”.[20]
Sedangkan menurut
Gibson Donelly dan Ivancavich, memberikan batasan pengertian manajemen sebagai
berikut : “Suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk
mengkoordinasi berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak
bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri”.[21]
5.1.4 Pengertian Kartu Kuning (AK-1)
Kartu kuning ini merupakan
salah satu syarat mutlak yang harus disediakan pencari kerja dalam proses
melamar menjadi pegawai atau tenaga dan kartu yang harus dipegang oleh tenaga kerja.
Adapun fungsi dari
kartu tanda pencari kerja yaitu menjadi berkas yang harus dilengkapi saat ingin
melamar pekerjaan, baik instansi pemerintahan maupun swasta atau fungsi lainnya
untuk membuat data penempatan tenaga kerja itu sendiri.
Pengurusan kartu kuning
ini tidak diperbolehkan menerima dan mengutif biaya. Dalam undang-undang juga tersedia
pada pasal 1 ayat 1 Dalam ketentuan itu lembaga pelayanan penempatan tenaga
kerja memeberikan pelayanan secara cuma-cuma kepada masyarakat.
Sama halnya juga
disebutkan dalam permanaker Nomor 7 tahun 2008 di pasal 4 disebutkan instansi
pemerintah dilarang memungut biaya penambahan baik langsung maupun tidak
langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna kerja jika
ada yang mengutip orang tersebut sudah melanggar ketentuan yang ada.
Dasar hukum diperlukannya
kartu kuning (AK-1) adalah undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan.
Syarat-syarat yang
perlu dipersiapkan untuk membuat kartu kuning pada Dinas Kependudukan, Catatan
Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten mandailing Natal.
1. Ijazah
asli atau fotocopy ijazah yang
dilegalisir
2. Kartu
tanda penduduk (KTP) asli dan fotocopy ktp 1 lembar
3. Foto
berwarna ukuran 3x4 sebanyak 2 lembar
Prosedur untuk membuat
kartu kuning di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailiang
Natal.
1. Pembuat
kartu kuning mengambil nomor antrian yang telah disediakan, kemudian pembuat
kartu kuning menunggu untuk dipanggil sesuai nomor urut antrian diruang tunggu
yang telah disediakan.
2. Pembuat
kartu kuning yang telah dipanggil, menyiapkan persyaratan yang diperlukan untuk
membuat kartu kuning , kemudian petugas pelayanan kartu kuning mengecek KTP
untuk mengetahui apakah pembuat kartu kuning ini berasal dari Kabupaten
Mandailing Natal agar tidak terjadi kekeliruan.
3. Pelayan
kartu kuning memasukkan data pembuat kartu kuning yakni nama sesuai dengan
dengan ijazah terahir , dan memasukkan alamat dan tempat tanggal lahir sesuai
dengan KTP, serta pelayan kartu kuning menyatakan asal sekolah baik iti SD, SMP, SMA para pembuat kartu
kuning.
4. Kemudian
pelayan kartu kuning mencetak kartu kuning yang telah selesai, dan menempatkan
foto pembuat kartu kuning, selanjutnya kartu kuning akan ditandatangani oleh
pembuat kartu kuning pada bagian bawah foto dan distempel oleh petugas yang
berwenag. Kartu kuning tersebut kemudian diserahkan kepada pembuat kartu kuning
untuk dilegalisir.
5. Sebelum
melegalisir kartu kuning para pembuat kartu kuning memfotocopy kartu kuning
dengan jumlah sesuai kebutuhan pembuat kartu kuing, setelah itu fotocopy kartu
kuning tersebut dilegalisir kepada petugas yang berwenang untuk dilegalisir.
6.
Metode Penelitian
6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal jalan William Iskandar nomor 11.
6.2 Bentuk Penelitian
Adapun
bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatip dengan pendekatan analisa
deskriptif yaitu menggambarkan kenyataan yang penulis teliti sebagai rangkain
kegiatan atau proses menjalankan informasi sewajarnya dalam kehidupan suatu
objek, yang dihubungkan dengan pemecahan masalah yang baik dari sudut pandang
teoritis maupun praktis.
6.3 Informan Penelitian
Informan penelitian
adalah “Orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya atau orang lain
atau suatu kejadian kepada peneliti”.[22] Dalam
penelitian ini yang menjadi informan penelitian ditentukan dengan mekanisme
disengaja (purposive) artinya orang
yang dianggap ahli atau mengetahui tentang masalah yang akan diteliti dan orang
yang dapat memberikan data secara maksimal untuk penelitian ini. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan adalah sebanyak 7 (tujuh) orang yang
terdiri dari :
1. Sabilal
Rasyad,S.Sos . Kepala Bidang Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
2. Ahmad
Fausan Nst, ST.
Seksi Informasi, Penempatan Dan Perluasan Kerja
3.
5 (lima) orang
Masyarakat yang mengurus kartu kuning (AK-1) pada bulan Juli s/d September 2013.
6.4 Defenisi Konsep Dan Operasional
6.4.1
Defenisi Konsep
“Defenisi konsep adalah
suatu makna yang berada didalam pikiran atau dunia kepahaman manusia yang
dinyatakan dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata”.
Adapun depenisi konsep
ini adalah
1.
Pelayanan adalah
aktipitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu
berupa barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak lain.
2.
Kartu kuning merupakan suatu program
nasional yang harus dilaksanakan dengan baik karena merupakan suatu program
yang tidak memerlukan biaya yang besar dan manfaatnya juga sangat besar bagi
penduduk, bangsa dan negara.
6.4.2 Defenisi
Operasional
“Defenisi Opersional
adalah penentuan construct/konsepsi
sehingga menjadi variabel yang diukur”.[23]
Adapun depenisi
operasional dalam penelitian ini yaitu kepuasan masyarakat dalam pelayanan yang
diberikan oleh Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal dalam pembuatan kartu kuning (AK-1).
6.5
Tenik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
6.5.1 Pengumpulan
data primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian yang
langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mencari data yang lengkap dan
berkaitan dengan masalh yang diteliti. Hal ini dilakukan melalui wawancara
kepada responden.
6.5.2
Pengumpulan data
sekunder, yaitu diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian
lapangan dimana dilakukan dengan mempelajari sejumlah tulisan, buku-buku
karangan ilmiah dan data yang diperoleh dengan melakukan studi lapangan.
6.5 Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data-data yang diperoleh
dari lapangan berdasarkan wawancara akan digunakan analisa tabel tuggal yang
disebut tabel frekuensi. Analisa tabel ini dimaksudkan untuk merinci data-data
sekaligus mengajukan presentase dari masing – masing jawaban responden sehingga
akan dapat diketahui data-data yang paling dominan atau data yang paling besar
presentasenya.
Daftar Pustaka
Afrizal,
2005, Pengantar Metode Penelitian
Kualitatif, Laboratorium Sosiologi isi Unand.
Batanggi
Ahmad,1999, Manajerial Pelayanan Umum, Jakarta, Universitas Terbuka.
Donelly & Gibson, 1996, Manajemen, Jakarta, Erlangga.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.
Hardiyansyah,
2011, Kualitas Pelayanan Publik,
Yogyakarta, Gava media.
Idriantoro
& Supomo, 2002, Metodologi Penelitian
Bisnis, Yogyakarta, Hak Cipta-BPE.
Fandy & Tjipton, 2008, Service Managemen
Mewujudkan Pelayanan Prima, yogyakarta.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor. Kep/63/M.PA/7/2003.
Kusumowido, 2006,
Perkembangan Teori di Bidang Sumber Daya Manusia,Jakarta, LPFE UI.
Kep.Manpan No.81 tahun 1993, Tentang Pelayanan umum
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia
Manullang, 1985, Dasar–dasar Manajemen, Bandung, Galia Indonesia.
Munir, 2000, Manajemen
Pelayanan Publik, Jakarta, Bumi
Aksara.
Napitupulu Paimin, 2007, Pelayanan Publik, Bandung, PT . Alumni.
Suyono & Sutinah, 2010, Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Preanada Media Group.
Sudrajat & Ridwan, 2009, Hukum Administrasi
Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik.
Subri & Mulyadi, 2003, Ekonomi Sumber Daya
Manusia, Jakarta, PT Raja Gravindo Persada.
Winarsih & Atik
Ratminto, 2005, Manajemen Pelayan,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Wicaksono Widya,2009, Kualitas Pelayanan Paspor,
Bandung.
Wasstiono, 2001, Kapita Selekta Manajemen
Pemerintahan Daerah,Jakarta, Raja Gravindo
Http://scribd.com/doc/11319551/Pengertian
Pelayanan Publik.diakses tanggal.15 Agustus 2013
http://anneahira.com. Pengertian – Pelayanan . htm. Diakses pada tanggal 03 Mei 2013
Daftar
Wawancara
1.
Pukul berapa Dinas
Tenaga Kerja buka sampai jam kerja tutup ?
2.
Bagaimanakah prosedur
pengurusan kartu kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga
kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
3.
Apa saja syarat dalam
Pengurusan Kartu Kuning AK-1 di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial,
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing
Natal ?
4.
Fasilitas apa saja yang
disediakan untuk menudahkan pelayanan dalam pembuatan Kartu Kuning di Dinas
Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing
Natal ?
5.
Apakah menurut
Bapak/ibu Pegawainya mengerti dan menguasai hal-hal yang menyangkut pengurusan
kartu kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
6.
Bagaimanakah menurut
Bapak/ibu tentang pelayanan pembuatan kartu kuning di Dinas Kependudukan,
catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal
?
7.
Kendala-kendala apa
sajakah yang dihadapi dalam mengurus kartu kuning di Dinas Kependudukan,
Catatan Sipil, Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal
?
[2] Ibid
[3] Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia
[5] Paimin Napitupulu, Pelayanan Publik, PT.Alumni, Bandung, 2007, hal.164
[11] Ratminto & Atik Winarsih, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005, hal.18
[16] Widya Wicaksono, Kualitas Pelayanan Paspor, Banduhr w:rsidRPr="00E23Dsocripes
:RWorwDcandut Timess12 eEFonts
w:ascii="Timea:cs="TimdRPr=idyogyeimea:csee0R7s="Times New
Roman" s>, Bas/w:r>.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar