Kamis, 05 Desember 2013


1.         Latar Belakang Masalah
Saat ini seiring dengan berkembangnya tuntutan agar pelayanan administrasi yang diberikan oleh penyelenggara pemerintah tersebut haruslah pelayanan prima yang mempunyai sistem pelayanan yang beriorentasi kepada kepentingan  pengguna jasa dan dapat membarikan kepuasan kepada pengguna jasa tersebut sehingga dapat dikatakan penyelenggaraan pelayanan tersebut berhasil.
Menurut keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja  ada dua tata cara pelayanan penempatan tenaga yaitu Antar Kerja Lokal dan Antar Kerja Daerah. Antar kerja Lokal yang selanjutnya disebut “AKL merupakan salah satu bentuk mekanisme pelayanan penempatan tenaga kerja yang dilaksanakan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja kepada pemberi kerja yang membutuhkan tenaga kerja dari satu wilayah Kabupaten/Kota kewilayah Kabupaten/kota lain dalam satu Provinsi.         
Untuk memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja kepada pencari kerja maupun kepada pemberi kerja diperlukan pelayanan antar kerja yang berfungsi untuk mengatasi dan memberikan solusi dalam penawaran dan permintaan tenaga kerja yang mencakup seluruh Wilayah Republik Indonesia, sehingga disatu  sisi  pencari  kerja dapat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, dan disisi lain pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja sesuai dengan kebutuhannya”.[1] 
Sedangkan Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merupakan salah satu bentuk  mekanisme  pelayanan penempatan tenaga kerja yang dilakukan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja kepada pemberi kerja yang membutuhkan tenaga kerja dari satu provinsi untuk dipekerjakan di provonsi lain.
Sampai saat ini pelaksanaan penempatan  tenaga kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) belum dapat berkembang dan dilaksanakan seperti yang diharapkan, hambatan dalam proses pelayanan penempatan tenaga kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) yang perlu segera diatasi antara lain adalah mekanisme dan prosedur penempatan tenaga kerja AKAD yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, kurang menunjang penciptaan iklim usaha maupun perluasan kesempatan kerja, kurangnya perlindungan tenaga kerja sejak rekrutmen sampai dengan penempatan tenaga kerja”.[2]
Adapun peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.07/MEN/IV/2008 tentang penempatan tenaga kerja di Indonesia menimbang bahwa keputusan menteri Tenaga Kerja nomor kep.207/MEN/1990 tentang sistem antar kerja dan keputusan menteri tenaga kerja nomor kep.203/MEN/1999 tentang penempatan tenaga kerja didalam negeri sudah tidak sesuai dengan kondisi ketenaga kerjaan saat ini, peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota perlu diatur penempatan tenaga kerja, dan mengingat undang-undang nomor 3 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya undang-undang pengawasan perburuhan tahun 1948 nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia.[3]
Pengurusan kartu kuning itu sangat penting bagi Pencari Kerja (PENCAKER) supaya tidak terjadi tenaga kerja yang ilegal akibat tidak punya kartu kuning (AK-1), sekarang ini banyak tenaga kerja yang tidak diakui yang  bekerja  keluar  negeri  yakni yang tidak lengkap atau yang tidak beres surat-suratnya. Adapun kartu kuning itu banyak  tapi kegunaannya berbeda-beda, disini kartu kuning yang digunakan yaitu kartu kuning (AK-1) bukan kartu kuning yang digunakan dalam pelanggaran waktu sepak bola.
Kartu kuning (AK-1) juga wajib dimiliki bagi warga negara Indonesia yang mencari kerja. Sementara itu kartu kuning (AK-1) merupakan kartu untuk pencari kerja yang sudah lama diluncurkan oleh pemerintah yang salah satu tujuannya untuk mengurangi pengangguran di Indonesia khususnya di Mandailing Natal.
Pengurusan kartu kuning (AK-1) biasanya di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, begitu juga di Kabupaten Mandailing Natal pengurusan AK-1 harus memenuhi syarat yaitu harus mempunyai KTP dan berusia 17 tahun. Kartu kuning (AK-1) ini berlaku selama dua tahun diperpanjang satu kali enam bulan.
Adapun prosedur dalam pelayanan kartu kuning yaitu mengambil tiket atau nomor antrian dengan sistem komputerisasi yang sudah disediakan, menyediakan fhotocopi KTP,STTB,foto 3x4 dua embar, peayan kartu kuning mengecek KTP untuk mengetahui pembuat berasal dari kabupaten atau kota, pelayan kartu kuning memasukkan identitas nama sesuai dengan nama pada ijasah terakhir dan nomor KTP serta tanggal lahir dan alamat sesuai KTP, print kartu kuning kemudian menempelkan foto,pembuat menandatangani kartu kuning dibawah foto,memotocopi kartu kuning, melegaisir kartu kuning.
Dalam suatu pelayanan sangat dibutuhkan pelayanan yang baik untuk  penerima pelayanan, agar penerima pelayanan puas dan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan.
Untuk menjelaskan masalah ini dengan mendalam, maka penulis melakukan penelitian dengan judul : “Pelayanan Pembuatan Kartu Kuning (AK-1)  Di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal.
2.        Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah Palayanan Pembuatan Kartu Kuning (AK-1) di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
2.      Apa saja kendala yang dihadapi dalam pembuatan kartu kuning (AK-1) di Dinas  Kependudukan,Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?

3.    Tujuan Penelitian
1.    Untuk  mengetahui bagaimana Pelayanan Pembuatan Kartu Kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal.
2.    Untuk mengetahui apa hambatan dalam pembuatan kartu kuning di Dinas Kependudukan, Catata Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal.

4.  Manfaat Penelitian
1.    Menambah Wawasan dan menemukan informasi relevan serta menganalisis fenomena kesenjangan antara presepsi dan ekspektasi para pembuat Kartu Kuning Di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal.
2.    Bagi program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, hasil penelitian ini dapat melengkapi ragam penelitian yang sudah ada dan sebagai tambahan bacaan dan referensi.

5.   Kerangka Teori
5.1         Pelayanan dan pelayanan publik
5.1.1   Pelayanan
Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik”.[4] Sedangakan Paimin Napitupulu mendefenisikan bahwa pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain”.[5]
Dari defenisi pelayanan diatas maka penulis mendefenisikan pelayanan adalah kemampuan pemerintah untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat serta kesesuaian antara harapan dan keinginan terhadap  pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Pelayanan umum dapat diartikan sebagai pembuatan atau kegiatan yang dilakaukan oleh pemerintah untuk mengurus hal-hal yang diperlukan masyarakat khalayak umum.”[6] 
Sedangkan Munir mendefenisikan bahwa pelayanan umum adalah “setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan guna memenuhi kepentigan orang lain”.[7]
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.”[8]
Dengan demikian, pelayanan yang baik dan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Masih banyak pengertian pelayanan yang dikemukakan oleh beberapa pakar, diantaranya Fanai Ciptono dan lain-lain. Pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang baik yang dilakukan oleh suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta termasuk bidang ketatausahaan harus memuat beberapa aspek, antara lain : 1) Keterbukaan, 2) Kesederhanaan, 3) Kepastian, 4) Keadilan, 5) Keamanan, 6) perilaku petugas pelayanan menyenangkan pelanggan.
Beberapa para ahli mendefenisikan pelayanan yaitu menurut :
1.        Fred Luthans       
Prend Luthans dalam bukunya moenir menjelaskan pelayanan sebagai sebuah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang menyangkut segala usaha yang di lakukan orang lain dalam rangka mencapai tujuan.
2.        Kotler
Pengertian Pelayanan menurut Kotler  adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak lain,yang ada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.[9]
Adapun bentuk pelayanan yang baik yaitu :
Secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima ataupun bentuk pelayanan yang terdiri dari :
1.    Transparansi, pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2.    Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pembeli dan penerima pelayanan.
4.    Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dan penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5.    Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan deskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras agama, golongan status sosial dan lain-lain.
6.    Keseimbangan hak dan kewajiban,yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pembeli dan penerima antara pembebasan pembeli dan penjual dan penerima pelayanan publik.[10]  
Dari semua defenisi diatas dapat diambil pengertian pelayanan adalah kemempuan pemerintah untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat serta kesesuaian antara harapan dan keinginan terhadap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang membedakannya dengan barang sebagaimana dikemukakan adalah outputnya yang tidak berbentuk, tidak standar, serta tidak dapat disimpan dalam Inventro melainkan langsung dapat dkonsumsi pada saat diproduksi.
Karakteristik pelayanan secara jelas membedakan pelayanan dengan barang meskipun sebenarnya keduanya merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang produk akhir.
5.1.2  Pelayanan Publik
Sebagaimana telah dikemukakan terlebih dahulu bahwa pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat dan tidak diadakan untuk melayaani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembagkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Karena birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
“Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelanggara  pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.[11]
Menurut Hardiansyah pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara publik.[12]
Pelayanan publik ini dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau msyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu dengan aturan pokok dengan tata cara yang telah ditetepkan. Sementara itu kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, dan tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik.
Ciri-ciri pelayanan publik menurut Clive Holthan
1.    Tidak memilih konsumen
2.    Peranannya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan
3.    Politik menginstitusikan konflik
4.    Pertanggung jawaban yang komplek
5.    Sangat sering diteliti
6.    Semua tindakan harus mendapat justifikasi
7.    Tujuan dan output sulit diukur atau ditentukan[13]
Layanan terhadap masyarakat atau layanan umum mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut.
1.      Layanan dengan lisan atau layanan yang bisa diakukan oleh petugas-petugas atau pegawai dibidang humas, bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjeasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan.
2.      Layanan yang melalui tulisan yaitu layanan yang digunakan oeh masyarakat atau instansi guna memberikan keterangan atau informasi kepada semua pihak yang merasa berkepentingan atau berhubungan dengan layanan tersebut dengan melalui beberapa tulisan, baik melalui pengumuman, pemberitahuan atau undang-undang.
Adapun kualitas pelayanan pubik yang berkaitan dengan rasa yang ditimbulkan dari akibat adanya pemenuhan harapan seseorang atau pelanggan dan pemakaian jasa.Defenisi kualitas jasa juga berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pemakai jasa serta ketepatan dalam pengamatan untuk mengimbangi harapan dari pemakai jasa.
Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan penegendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi pelanggan dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu : jasa yang diharapkan ( ecpected service) dan jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)”[14]
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang antara lain disebabkan oleh
1.    Struktur organisasi
2.    Kemampuan aparat
3.    Sistem pelayanan[15]
Defenisi lainnya tentang kualitas pelayanan disampaikan oleh Parasarumam,Zeithma,dan L.L Berry yaitu kualitas pelayanan adalah ketidaksesuaian antara persepsi pengguna layanan terhadap pelayanan yang diterima dan ekspektasi pengguna layanan tentang bagaimana sedianya pelayanan tersebut diselenggarakan. Berdasarkan pada konsepsi tersebut Fitzsimmons menyimpulkan tiga kondisi yang mengekspresikan kepuasan pengguna layanan terhadap pelayanan yang diterimanya yaitu :
1.    Saat harapan pelanggan lebih rendah dari persepsi terhadap pelayanan yang diperoleh, maka hal tersebut menjadi kejutan yang menyenagkan bagi pengguna layanan
2.    Pada saat harapan pelanggan sesuai dengan persepsi terhadap pelayanan yang diperoleh maka pelanggan akan merasa puas
3.    Pada saat harapan pelanggan lebih besar dari pada persepsi terhadap pelayanan yang diperoleh maka pelanggan akan merasa tidak puas terhadap pelayanan.[16]
Zithami, Parasaruman, Berry pada tahun 1998 dalam riset berikutnya menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi pada sebelumnya sehingga mereka menyederhanakan sepuluh dimensi menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kreadibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance).Sedangkan akses, komunikasi dan kemampuan memahami pelanggan di integrasikan menjadi empati (empathy). Dengan demikian, terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai dengan tingkat kepentingn relatifnya, yaitu :
1.    Reliabilitas (rebility) berkaitan dengan kemampuan perusahan, instansi untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati
2.    Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesedian dan kemampuan para pegawai/karyawan untuk membantu para pelanggan/masyarakat dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan saja akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat
3.    Jaminan (assurance) yakni perilaku karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan
4.    Empati(empathy) berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personalkepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman
5.    Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.[17]
Selain itu, menurut Ketetapan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor.Kep/63/M.PAN/7/2003 yang berisi tentang prinsip pelayanan prima yang baik yaitu :
1.        Kesederhanaan prosedur (pelayanan tersebut tidak berbelit-belit, tidak menyulitkan)
2.        Kejelasan dalam tiga hal yaitu:
1.    Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik. Namun, sejumlah persyaratan juga hendaknya mempertimbangkan aspek kemampuan dari pengguna layanan untuk memenuhinya misalnya dengan mencari subsitusi dari salah satu syarat administratif yang tidak dimiliki oleh pengguna layanan.
2.    Unit kerja /pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pelayanan yang dipusatkan pada satu unit layanan terpadu sebenarnya merupakan langkah yang cukup baik sebagimana yang telah berkembang diIndonesia saat ini yaitu Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Hal ini semakin memudahkan masyarakat untuk mengidintifikasi lembaga penyedia layanan sehingga memangkas alur birokrasi yang terlalu berbelit-belit.
3.    Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran kedepanya perlu dikembangkan sistem terpadu dimana pembayaran akan jasa suatu layanan langsung disetorkan ke kas Negara atau kas Daerah. Hal ini dapat mengeliminir praktek pungutan liar yang selama ini dikeluhkan masyarakat dalam pelayanan publik.
4.        Kepastian waktu (pelayanan publik harus dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan)
5.        Akurasi produk pelayanan publik (pelaksanaan pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan syah atau mempunyai legalitas)
6.        Keamanan (proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum)
7.        Tanggung jawab (pejabat yang ditunjuk harus bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik)
8.        Kelengkapan sarana dan prasarana (bahwa segala peralatan atau segala kebutuhan yang berkaitan dan kelancaran pelayanan publik harus tersedia)
9.        Kemudahan akses (tempat dan lokasi serta sarana dan prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan tekhnologi, telekomunikasi dan informasi)
10.    Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan (pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun,ramah, serta memberikan pelayanan yang ikhlas)
11.    Kenyamanan (lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disedakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat beribadah dan laian-lain)[18]

Standar pelayanan adalah ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Disamping adanya standar pelayanan publik,diperlukan juga adanya cakupan standar pelayanan publik yang meliputi :
1.       Prosedur pelayanan
2.       Waktu penyelesaian
3.       Biaya pelayanan
4.       Produk pelayanan
5.       Sarana dan prasarana,dan
6.       Kompetensi petugas pelayanan.[19]
Cakupan pelayanan publik ini juga menjadi sangat penting bila yang diharapkan terciptanya kualitas pelayanan publik. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagi warga Nagara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan, dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
 Kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive, dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti menigkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri. Arah pembanguanan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat Negara sebagai pelayan masyarakat . Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public service) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana Negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.  
5.1.3 Manajemen Pelayanan
Manajemen  Pelayanan dapat diartikan suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan, mengkoordinasi dan penyelesaian untuk  tercapainya suatu tujuan. Manullang mengemukakan batasan tentang manajemen yaitu : “Seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan dari pada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”.[20]
Sedangkan menurut Gibson Donelly dan Ivancavich, memberikan batasan pengertian manajemen sebagai berikut : “Suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasi berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri”.[21]
5.1.4   Pengertian  Kartu Kuning (AK-1)
Kartu kuning ini merupakan salah satu syarat mutlak yang harus disediakan pencari kerja dalam proses melamar menjadi pegawai atau tenaga dan  kartu yang harus dipegang oleh tenaga kerja.
Adapun fungsi dari kartu tanda pencari kerja yaitu menjadi berkas yang harus dilengkapi saat ingin melamar pekerjaan, baik instansi pemerintahan maupun swasta atau fungsi lainnya untuk membuat data penempatan tenaga kerja itu sendiri.
Pengurusan kartu kuning ini tidak diperbolehkan menerima dan mengutif biaya. Dalam undang-undang juga tersedia pada pasal 1 ayat 1 Dalam ketentuan itu lembaga pelayanan penempatan tenaga kerja memeberikan pelayanan secara cuma-cuma kepada masyarakat.
Sama halnya juga disebutkan dalam permanaker Nomor 7 tahun 2008 di pasal 4 disebutkan instansi pemerintah dilarang memungut biaya penambahan baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna kerja jika ada yang mengutip orang tersebut sudah melanggar ketentuan yang ada.
Dasar hukum diperlukannya kartu kuning (AK-1) adalah undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Syarat-syarat yang perlu dipersiapkan untuk membuat kartu kuning pada Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten mandailing Natal.
1.    Ijazah asli atau fotocopy  ijazah yang dilegalisir
2.    Kartu tanda penduduk (KTP) asli dan fotocopy ktp 1 lembar
3.    Foto berwarna ukuran 3x4 sebanyak 2 lembar
Prosedur untuk membuat kartu kuning di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailiang Natal.
1.    Pembuat kartu kuning mengambil nomor antrian yang telah disediakan, kemudian pembuat kartu kuning menunggu untuk dipanggil sesuai nomor urut antrian diruang tunggu yang telah disediakan.
2.    Pembuat kartu kuning yang telah dipanggil, menyiapkan persyaratan yang diperlukan untuk membuat kartu kuning , kemudian petugas pelayanan kartu kuning mengecek KTP untuk mengetahui apakah pembuat kartu kuning ini berasal dari Kabupaten Mandailing Natal agar tidak terjadi kekeliruan.
3.    Pelayan kartu kuning memasukkan data pembuat kartu kuning yakni nama sesuai dengan dengan ijazah terahir , dan memasukkan alamat dan tempat tanggal lahir sesuai dengan KTP, serta pelayan kartu kuning menyatakan asal sekolah baik iti SD, SMP, SMA para pembuat kartu kuning.
4.    Kemudian pelayan kartu kuning mencetak kartu kuning yang telah selesai, dan menempatkan foto pembuat kartu kuning, selanjutnya kartu kuning akan ditandatangani oleh pembuat kartu kuning pada bagian bawah foto dan distempel oleh petugas yang berwenag. Kartu kuning tersebut kemudian diserahkan kepada pembuat kartu kuning untuk dilegalisir.
5.    Sebelum melegalisir kartu kuning para pembuat kartu kuning memfotocopy kartu kuning dengan jumlah sesuai kebutuhan pembuat kartu kuing, setelah itu fotocopy kartu kuning tersebut dilegalisir kepada petugas yang berwenang untuk dilegalisir.


6.        Metode Penelitian
6.1      Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal jalan William Iskandar nomor 11.
6.2  Bentuk Penelitian
Adapun bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif  kualitatip dengan pendekatan analisa deskriptif yaitu menggambarkan kenyataan yang penulis teliti sebagai rangkain kegiatan atau proses menjalankan informasi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, yang dihubungkan dengan pemecahan masalah yang baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
6.3  Informan Penelitian
Informan penelitian adalah “Orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya atau orang lain atau suatu kejadian kepada peneliti”.[22] Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian ditentukan dengan mekanisme disengaja (purposive) artinya orang yang dianggap ahli atau mengetahui tentang masalah yang akan diteliti dan orang yang dapat memberikan data secara maksimal untuk penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah sebanyak 7 (tujuh) orang yang terdiri dari :
1.  Sabilal Rasyad,S.Sos . Kepala Bidang Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
2.  Ahmad Fausan Nst, ST. Seksi Informasi, Penempatan Dan Perluasan Kerja
3.  5 (lima) orang Masyarakat yang mengurus kartu kuning (AK-1) pada bulan Juli s/d September 2013.

6.4   Defenisi Konsep Dan Operasional
6.4.1   Defenisi Konsep
“Defenisi konsep adalah suatu makna yang berada didalam pikiran atau dunia kepahaman manusia yang dinyatakan dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata”.
Adapun depenisi konsep ini adalah
1.         Pelayanan adalah aktipitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu berupa barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak lain.
2.         Kartu kuning merupakan suatu program nasional yang harus dilaksanakan dengan baik karena merupakan suatu program yang tidak memerlukan biaya yang besar dan manfaatnya juga sangat besar bagi penduduk, bangsa dan negara.
6.4.2   Defenisi Operasional
“Defenisi Opersional adalah penentuan construct/konsepsi sehingga menjadi variabel yang diukur”.[23]
Adapun depenisi operasional dalam penelitian ini yaitu kepuasan masyarakat dalam pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal dalam pembuatan kartu kuning (AK-1).
6.5    Tenik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
6.5.1      Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian yang langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mencari data yang lengkap dan berkaitan dengan masalh yang diteliti. Hal ini dilakukan melalui wawancara kepada responden.
6.5.2      Pengumpulan data sekunder, yaitu diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dimana dilakukan dengan mempelajari sejumlah tulisan, buku-buku karangan ilmiah dan data yang diperoleh dengan melakukan studi lapangan.     
6.5  Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari lapangan berdasarkan wawancara akan digunakan analisa tabel tuggal yang disebut tabel frekuensi. Analisa tabel ini dimaksudkan untuk merinci data-data sekaligus mengajukan presentase dari masing – masing jawaban responden sehingga akan dapat diketahui data-data yang paling dominan atau data yang paling besar presentasenya.

















Daftar Pustaka


Afrizal, 2005, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Laboratorium Sosiologi isi Unand.
Batanggi Ahmad,1999, Manajerial Pelayanan Umum, Jakarta, Universitas Terbuka.

Donelly & Gibson, 1996, Manajemen, Jakarta, Erlangga.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.
Hardiyansyah, 2011, Kualitas Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gava media.
Idriantoro & Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis, Yogyakarta, Hak Cipta-BPE.
Fandy & Tjipton, 2008, Service Managemen Mewujudkan Pelayanan Prima, yogyakarta.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. Kep/63/M.PA/7/2003.
Kusumowido, 2006,  Perkembangan Teori di Bidang Sumber Daya Manusia,Jakarta, LPFE UI.
Kep.Manpan No.81 tahun 1993, Tentang Pelayanan umum
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Manullang, 1985, Dasar–dasar  Manajemen, Bandung, Galia Indonesia.
Munir, 2000, Manajemen Pelayanan Publik, Jakarta, Bumi Aksara.
Napitupulu Paimin, 2007, Pelayanan Publik, Bandung, PT . Alumni.
Suyono & Sutinah, 2010, Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Preanada Media Group.
Sudrajat & Ridwan, 2009, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik.
Subri & Mulyadi, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT Raja Gravindo Persada.
Winarsih & Atik  Ratminto, 2005, Manajemen Pelayan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Wicaksono Widya,2009, Kualitas Pelayanan Paspor, Bandung.
Wasstiono, 2001, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah,Jakarta, Raja Gravindo
http://anneahira.com. Pengertian – Pelayanan . htm. Diakses pada tanggal 03 Mei 2013










Lampiran 1
Daftar Wawancara
1.                  Pukul berapa Dinas Tenaga Kerja buka sampai jam kerja tutup ?
2.                  Bagaimanakah prosedur pengurusan kartu kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
3.                  Apa saja syarat dalam Pengurusan Kartu Kuning AK-1 di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten  Mandailing Natal ?
4.                  Fasilitas apa saja yang disediakan untuk menudahkan pelayanan dalam pembuatan Kartu Kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
5.                  Apakah menurut Bapak/ibu Pegawainya mengerti dan menguasai hal-hal yang menyangkut pengurusan kartu kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
6.                  Bagaimanakah menurut Bapak/ibu tentang pelayanan pembuatan kartu kuning di Dinas Kependudukan, catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?
7.                  Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam mengurus kartu kuning di Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal ?



[1]  Direktur  Jenderal  Pembinaan  Penempatan  Tenaga  Kerja, hal.
[2]  Ibid
[3]  Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
[4] Septi Winarsih & Rutminto, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 18
[5]  Paimin Napitupulu, Pelayanan Publik, PT.Alumni, Bandung, 2007, hal.164
[6]  Ahmad Batanggi, Manajerial Pelayanan Umum, Universitas Terbuka, Jakarta,1999.
[7]  Munir, Manajemen Pelayanan Publik, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal. 86.
[8]  Wasistiono, Kapita Selekta Manajemen, Pemerintah Daerah, Raja Grafindo, Jakarta, 2001, hal. 51
[9]  http://www.anneahira.com.Pengertian-Pelayanan,htm. Diakses Pada Tanggal 03 Mei 2013.
[10]  Kep. Manpan No.81 tahun 1993, Tentang Pelayanan Umum.
[11]  Ratminto & Atik Winarsih, Manajemen Pelayanan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal.18
[12]  Hardiansyah, Kualitas Pelayanan Publik, Gava Media, Yogyakarta, 2011, hal. 12
[13]  Ibid, hal. 6
[14]  Ibid, hal. 40
[16]  Widya Wicaksono, Kualitas Pelayanan Paspor, Banduhr w:rsidRPr="00E23Dsocripes :RWorwDcandut Timess12 eEFonts w:ascii="Timea:cs="TimdRPr=idyogyeimea:csee0R7s="Times New Roman" s>, Bas/w:r>.
[17] Kep.Manpan No.81 tahun 1993, Tentang Pelayanan umum
[18] Ibid







[23] Suyono & Sutinah, 2010, Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Preanada Media Group.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar